Assalamualiakum all... Welcome to my Blog...
N Ternyata Lumayan banyak juga kawan-kawan dari FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PALANGKA RAYA yang berkunjung ke Blog tercinta ku ini.. Hahahaha Semoga dapat membantu..
Kasih Kritik dan saran kawan-kawan semua yah..!!
Makasih buat semua yang udah Berkunjung.... :)

29 Apr 2012

Makalah Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Dalam Hal Terjadinya Wanprestasi Yang Dilakukan Pihak Perum Pegadaian Terhadap Benda Jaminan Gadai Milik Debitur


BAB 1
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Corak budaya Indonesia memang sangat beragam ini merupakan aset yang besar dalam membangun konsepsi hukum yang berkembang mengikuti masyarakat dan menjadikan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat dengan memfungsikan hukum sebagai pengatur masyarakat.
Gadai merupakan jaminan dengan menguasai bendanya, fidusia adalah jaminan dimana terhadap benda jaminan hanya terjadi penyerahan hak kepemilikan tetapi secara fisik benda tersebut masih dalam penguasaan debitur, sedangkan hak tanggungan merupakan jaminan dengan tanpa menguasai bendanya. Jaminan dengan menguasai bendanya bagi kreditur akan lebih aman, karna mengingat pada benda bergerak mudah dipindah tangankan dalam arti dijual lelang jika debitur wanprestasi walaupun mudah untuk berubah nilainya.
Pegadaian yang ada sekarang berdasarkan peratura pemeritah No. 103 tahun 2000 tentang pengalihan bentuk perushaan jawatan pegadaian menjadi perusahaan umum pegadaian berbentuk perum yang merupakan BUMN  yang mengemban misi untuk menyedaikan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsif pengelolaan perusahaan, penyaluran uang pinjaman kepada masyarakat didasarkan pada hukum gadai. Hukum gadai yang dijadikan dasar dari perum pegadaian adalah dari tahun 1928, yaitu aturan dasar pegadaian. Secara penuh perum pegadaian menguasai fisik objek jaminan, sehingga sebagian besar masalah rusak atau hilangnya objek jaminan (bukan karna alasan force majeure) lebih dikarenakan konsep kerja dari pegawai perum pegadaian itu sendiri, maka sangat tepat dibuat suatu kajian yang lebih mendalam berkaitan dengan pertanggung jawaban perum pegadaian secara hokum terhadap tindakan wanprestasi yang menyebabkan rusak atau hilang/musnahnya objek jaminan, karena persoalan yang Nampak dominan disebabkan kelalaian pagawai perum pegadaian.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana perlindungan hukum terhadap debitur dalam hal terjadinya wanprestasi yang dilakukan pihak perum pegadaian terhadap benda jaminan gadai milik debitur?
2.      Bagaimana konsekuensi yuridis dan tanggung jawab perum pegadaian dalam hal tindakan wanprestasi yang dilakukan perum pegadaian.

C.    Tujuan penulisan
Karya ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Hukum Perdata serta agar ingin lebih megkaji dan memahami tentang perlindunan hokum terhadap debitur dalam hal terjadinya wanprestasi yang dilakukan pihak perum pegadaian terhadap benda jamninan gadai milik debitur.
Disampaing itu penulisan ini diharapkan dapat memberikan kegunaan, yakni sebagai sebagai sumbangan pemikiran dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya hokum perdata.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Dalam Hal Terjadinya Wanprestasi Yang Dilakukan Pihak Perum Pegadaian Terhadap Benda Jaminan Gadai Milik Debitur
Prestasi menurut hokum perdata sebagaimana diatur dalam pasal 1234 KUHPerdata adalah untuk memberikan sesuatu, umtuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu.
Sedangkan wanprestasi dalam hokum perdata ada tiga jenis, yaitu :
1.      Tidak memenuhi prestasi sama sekali
2.      Terlambat memenuhi prestasi
3.      Memenuhi prestasi secara tidak baik
Dalam sub ini focus pembahasan terhadap tindakan wanprestasi yang dilakukan perum pegadaian pada benda jaminan milik debitur kaitannya dengan perlindungan hokum bagi debitur karena akibat wanprestasi tersebut.
Tindakan wanprestasi terhadap benda jaminan gadai milik debitur dapat berupa :
1.      Karena kelalain karyawan perum pegadaian menyebabkan benda jaminan tertukar.
2.      Karena kelalaian perum pegadaian menyebabkan benda jaminan hilang
3.      Karena kelalain perum pegadaian menyebabkan benda jaminan rusak.
Menyangkut ketiga aspek di atas,  maka perlu juga dikemukakan dasar dari kewajiban pemegang gadai yaitu :
1.      Keewajiban memberitahukan kepada pemberi gadai jika barang gadai dijual.
2.      Kewajiban memelihara benda gadai.
3.      Kewajiban untuk memberitahukan perhitungan antara hasil penjualan barang gadai dengan besarnya piutang kepada pembeli gadai
4.      Kewajiban untuk mengembalikan barang gadai menurut pasal 1159 ayat 1 KUH Perdata, kewajiban ini dilaksanakan karena :
a.       Kreditur telah menyalah gunakan barang gadai
b.      Debitur telah melunasi sepenuhnya, baik uang pokok, bunga dan biaya hutangnya serta biaya untuk menyelamatkan barang gadai
5.      Kewajiban untuk memperhitungkan hasil penagihan bunga piutang gadai dengan besarnya bunga piutangnya kepada debitur.
6.      Kewajiban untuk mengembalikan sisa hasil penagihan piutang gadai kepada pemberi gadai.
Dasar-dasar pikiran di atas menggaris bawahi bahwa perlindungan hokum bagi debitur karena tindakan wanprestasi yang di lakukan perum penggadaian, semestinya di perluas dan di pertegas, dapat di lihat bahwa hamper semua point di atas sebagai kewajiban pemegang gadai tidak pernah di laksanakan, pemnetahuan masyarakat terhadap keadaan benda jaminan gadai akan dilelang lewat informasi papan pengumuman di penggadaian dan tidaka ada konfirmasi kepada pemilik benda jaminan terhadap rencana lelang tersebut.
Pengumuman lelang di papan pengumuman pada kantor cabang pengadaian, menurut penulis bukankah wujud tanggung jawab pemegang gadai seperti yang di gariskan pada bagian pertama di atas, barang kali lebih merupakan penyempitan makna pembritahuaan, tindakan ini sebenarnya dapat juga di klasifikasikan sebagai tindakan wanprestasi, karena memang perjanjian kredit dengan jaminan barang bergerak telah di kondisikan demikian.
Tetapi terhadap tindakan wanprestasi yang karena kelalaian karyawan perum penggadaian menyebabkan benda jaminan dribitur hilang, rusak atau musnah, pengadaian tetap berkomitmen untuk menganti,ada pun bentuk perlindungannya terkait dengan isi perjanjian kredit dengan jaminan  barang bergerak, yaitu 125% dari nilai taksiran terhadap benda emas, dan biasanya kewajiban mengganti baru terhadap benda-benda elektronik.
A.    Konsekuensi yuridis dan tanggung jawab perum pengadaian dalam hal tindakan wanprestasi yang dilakukan perum penggadaian
Tindakan wanprestasi akan menyebabkan salah satu pihak mengalami kerugian, dalam perjanjian gadai, wanprestasi dapat dilakukan oleh dibitur seperti tindakan tidak membayar pinjaman dengan jaminan gadai pada pemegang gadai atau perum penggadaian atau kreditur, akibat dari wanprestasi yang di lakukan oleh di bitur tersebut, barang jaminan dapat saja di jual lewat lelang.
Tindakan wanprestasi dapat di lakukan oleh kreditur atau perum penggadaian, tindakan wanprestasi ini dapat berupa tertukarnya barang gadai, hilangnya barang gadai atau rusaknya barang gadai, terhadap wanprestasi, pertanggung jawaban penggadaian di dasarkan pada perjanjian gadai.

Menurut analisis penulis perjanjian gadai itu sendiri merupakan perjanjian baku, yang intinya bertentangan baik berdasarkan UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen khususnya pasal 18.sedangkan berdasarkan KUHPerdata pasal 1320 menyangkut syarat-syarat sahnya perjanjian :
1.      Kesepakatan atau persetujuan kehendak para pihak.
2.      Kecakapan para pihak dalam membuat suatu perjanjian .
3.      Suatu hal tertentu.
4.      Suatu causa atau sebab yabg halal.
Kesepakatan atau persetujuan kehendak para pihak
Kedua subjek itu yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang di adakan itu.Apa yang di kehendaki oleh pihak yang satu,juga di kehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbale balik.
Kedua belah pihak dalam suatu perjanjian, harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan. Pernyataan dapat di lakukan dengan tegas atau secara diam-diam. Kemauan yang bebas sebagai sarat pertama untuk suatu perjanjian yang sah, di anggap tidak ada jika perjanjian itu telah terjadi karena paksaan(dwang), kekhilafan(dwaling) dan penipuan(bedrog).
Kecakapan para pihak dalam membuat suatu perjanjian
Orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hokum. Artinya orang yang membuat perjanjian alkan terikat oleh perjanjian itu, harus mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyafi benar-benar akan tanggung jawab yang di pikul atas perbuatanya. Sedangkan dari sudut ketertiban hokum, karena orang yang membuat perjanjian itu berarti mempertaruhkan kekayaannya maka orang tersebut haruslah seorang yang sungguh-sungguh berhak berbuat dengan harta kekayaannya. 
Suatu hal tertentu
Bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang di perjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. 

Suatu sebab atau causa yang halal
Yang dimaksud dengan sebab adalah tujuan dari perjanjian itu sendiri. Perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau di buat berdasarkan sebab yang palsu atau sebab yang terlarang adalah batal demi hokum( vide Pasal 1335 KUHPerdata), artinya bahwa para pihak tidak terikat untuk memenuhi perjanjian tersebut. Apabila salah satu pihak melakukan suatu gugatan menuntut pemenuhan perjanjian perjanjian tersebut, gugatan akan ditolak dan perjanjian tersebut akan dinyatakan batal demi hukaum. Oleh karena perjanjian tersebut di anggap tidak ada sejak semula, maka para pihak akan di kembalikan pada keadaan semula. Suatu sebab adalah di larang , apabila dilarang oleh UU, kesusilssn atau ketertiban umum (vide pasal 1337 KUHPerdata). 
Mungkin lebih tepatnya, bahwa terhadap perjanjian kredit dengan jaminan barang bergerak, secara garis besar perlu di pertanyakan menyangkut hal kesepakatan para pihak, memang debitur pada saat jaminan di taksir di berikan perkiraan besaran pinjaman yang dapat diperoleh, tetapi apakah negosiasi ini juga dapat di katakana suatu kesepakatan, bahwa tindakan tersebut lebih di dasarkan kepentingan/ subyektifitas dari debitur yang di nilai dan di tanggapi berdasarkan kebutuhan, namun format baku dalam perjanjian gadai tetap menepatkan pegadaian dalam posisi yang berdasarkan konsekuensi hukumnya sangat lemah, untungnya sejauh ini masyarakat yang berhubungan dengan pegadaian lebih dominan adalah masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Berkaitan dengan kerugian karena perbuatan wan prestasi, khususnya yang di lakukan kreditur, maka terhadap ganti ruginya dapat di tuntut. Kerugian yang dapat di mintakan penggantian ini, tidak hanya yang berupa biaya-biaya yang sungguh-sungguh telah di keluarkan, tetapi juga berupa kehilangan keuntungan, yaitu keuntungan yang akan di dapat seandainya tidak terjadi kelalaian.
Dengan syarat inbezitstelling sebagai syarat mutlah terjadinya hak gadai, bukan berarti pemegang gadai mempunyai hak bezit atas barang yang di gadaikan kepadanya. Pemegang gadai tidak mempunyai kemauan menjadi eigenar atas benda gadai. Ia menguasai benda gadai untuk memberi gadai sehingga kedudukan pemegang gadai atas benda gadai dapat di sebut sebagai’’detentor’’.
Sebagai detentor pemegang gadai berkewajiban menjaga benda jaminan gadai, baik terhadap kerusakan, kehilangan maupun terhadap keberadaan benda jaminan gadai tersebut di tanganya, segala akibat dari kelalaian ( di lauar keadaan Force Maejeure ) sehingga menyebabkan benda jaminan gadai, hilang rusak atau tertukar menjadi tanggun jawab pemegang gadai dan sebagai konsekuensi yuridisnya pemegang gadai berkewajiban menganti benda jaminan tersebut. Ada beberapa kasus yang biasanya terjadi pada kantor pegadaian antara lain :
1.      Benda jaminan rusak karena rayap, di sebabkan kurangnya perhatian terhadap keadaan gudang/ruang penyimpanan, kerugian yang di alami rusaknya beberapa benda jaminan berupa tape, terhadap keadaan demikian lewat kebijakan dan tindakan cepat di lakuakan pengantian terhadap benda-benda tersebut, dengan benda sejenis yang sama bahkan ada yang lebih mahal.
2.      Benda jaminan hilang dan tertukar, merupakan kejadian yang banyak terjadi sebagai bagian dari tindakan wanprestasi yang di lakukan perum pegadaian, kondisi ini di sebabkan oleh kelalaian karyawan kantor pegadaian tersebut, sebagai tindak lanjut dari tindakan ini , maka perum pegadaian berpatokan pada isi perjanjian kredit dengan jaminan barang bergerak, yaitu penggantian sebesar 125% bagi benda jaminan emas dan barang elektronik.
Terhadap tanggung jawab perum pegadaian dengan langkah-langkah demikian, memang kadang menggundang ketidak puasan dari debitur, misalkan penggantian 125% terhadap benda emas, di anggap masih kurang pantas.
Namun menurut bagian umum kanwil pegadaian, harga tersebut adalah tepat karena merupakan harga yang di dasarkan pada taksiran sebenarnya secara internasional, justru sebaliknya bentuk penjualan emas yang ada sekarang dengan menetapkan besaran karat/kadar lebih kea rah organisasi pedagang emas, yang berorientasi keuntungan, dengan pencantuman kadar tidak sebenarnya dalam hal ini pegadaian tidak mau terjebak pada sekema perhitungan demikian
Jadi terhadap kerugian-kerugian yang di alami debitur karena kelalaian perum pegadaian tetap akan di pertanggung jawabkan oleh pegadaian, sepanjang kerugian yang di alami dapat di buktikan kebenarannya, namun pertanggung jawaban yang di berikan selalu terikat pada skema pertanggung jawaban seperti yang tercantum dalam perjanjian gadai, kecuali ada peraturan lain dalan lingkup benda tersebut, misalnya ganti rugi terhadap berlian.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari hasil pemaparan yang telah ada dengan berdasarkan pada permasalahan yang ada dapat disimpulkan bahwa :
1.      Perlindungan hokum yang diberikan pegadaian selama ini terhadap debitur dalam hal terjadinya wanprestasi yang dilakukan perum pegadaian terhadap benda jaminan gadai milik debitur, selalu didasarka pada isi perjanjian kredit dengan jaminan barang bergerak, memang perlindunagn hokum yang didasarkan pada isi perjanjian gadai tersebut masih jauh dari sempurna, namun menurut perum pegadaian perlindungan tersebut juga didasarkan pada peraturan-peraturan lainnya misalnya terhadap benda jaminan berupa berlian. Selain dari hal-hal khusus tersebut kerusakan, hilang, musnah atau tertukarnya benda jaminan akan diganti berdasarkan isi dari perjanjian gadai yaitu pengenaan 125% dari nilai taksiran.
2.      Konsekuensi yuridis dan tanggung jawab perum pegadaian terhadap tindakan wanprestasi yang dilakukan perum pegadaian selama ini, seperti yang terjadi pada beberapa kasus di pegadaian, adalah penggantian sebesar 125% untuk emas dan penggantian barang baru untuk jenis-jenis barang elektronik, nilai tersebut dianggap nilai yang pantas menurut perum pegadaian.


B.     Saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis berikan adalah :
1.      Perlu untuk ditinjau kembali perluasan terhadap perlindungan debitur terhadap tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh perum pegadaian, karena isi dari perjanjian kredit gadai dengan jaminan barang bergerak yang ada sekarang jauh lebih lengkap.
2.      Perlu untuk membuat isi perjanjian dengan huruf cetak yang lebih besar, supaya hak-hak konsumen dapat terbaca dan diketahui secara luas, karena huruf  yang  ada sekarang terlampau kecil, sehingga banyak debitur tidak mengetahui hak-haknya.
3.      Perlu dipertimbangkan prosedur standart yang baik, berupa mekanisme pemberitahuan terhadap debitur menyangkut hak-hak debitur dalam perjanjian gadai.









Daftar pustaka
Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. PT.Intermasa. Jakarta. 1987.
-------. Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta. 1987
Satrio.J, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan. PT. Citra Aditya Bakti.        
        Bandung. 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yang Sopan yah!