BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri agar
suatu perusahaan dapat bertahan dalam dunia usaha adalah dengan memenangkan
persaingan yang ada. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencapai dan
memenangkan persaingan, dan semua hal tersebut akan bermuara kepada prinsip
ekonomi yang telah menjadi tradisi dunia usaha, yaitu memperoleh laba yang
sebesar-besarnya dengan biaya serta resiko yang seminim mungkin.
Ketika suatu perusahaan
menjadi terpusat pada suatu persaingan, akan dilakukan segala cara untuk
memenangkan persaingan tersebut. Akhirnya dalam perkembangan dunia usaha kita
mengenal apa yang dinamakan persaingan usaha dimana terdapat sisi positif dan
negatif yang mencuat di dalamnya. Jelas terlihat bahwa pergerakan dunia usaha
yang demikian dinamis dengan segala persaingan usaha yang ada didalamnya telah
meningkatkan keinginan para investor menanamkan investasinya di dunia usaha,
akan tetapi terlihat pula apa yang dinamakan persaingan curang dan monopoli.
Kedua hal tersebut merupakan sisi negatif dari persaingan usaha.
Terjadinya pengungkapan
informasi yang dimiliki satu pihak kepada pihak lainnya tanpa diketahui oleh
pihak pemilik informasi dapat menimbulkan kerugian bagi pemilik informasi
tersebut. Dalam kasus di atas, pengungkapan informasi, misalnya bisa dilakukan
oleh buruh dari pemilik informasi dimana sebenarnya masalah ini telah ada
pengaturannya. Pengaturan yang dimaksud disini adalah kewajiban bagi buruh
untuk menjaga kerahasiaan informasi yang dimiliki oleh tempat dimana ia bekerja
berdasarkan perjanjian yang mengaturnya.
Sebenarnya, informasi seperti
apakah yang tidak boleh diungkap? Apakah semua informasi yang berhubungan
dengan pemilik informasi, ataukah ada kategorisasi khusus atas informasi
tersebut?. Dalam makalah ini, secara spesifik akan disuguhkan uraian-uraian
tentang Rahasia dagang dan keterkaitannya dengan perjanjian kerja dalam bingkai
hokum perikatan di Indonesia.
- Rumusan Masalah
1. Apa saja definisi dari
rahasia dagang ?
2. Apa saja peraturan
perundang-undangan yang mengatur ?
3. Bagaimana hubungan rahasia
dagang dengan perjanjian kerja ?
4. Bagaimana kedudukan rahasia
dagangdan perjanjian kerja ?
5. Apa akibat terhadap
pelanggaran terhadap rahasia dagang ?
- Tujuan Penulisan
Untuk
mengetahui rahasia dagang dalam perjanjian kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
Pembahasan mengenai rahasia
dagang tidak terlepas dari pembahasan mengenai perjanjian kerja, dan dalam
lingkup hukum perikatan. Sehingga dalam makalah ini, juga akan kita uraikan
terlebih dahulu beberapa hal yang berkaitan dengan rahasia dagang.
1. Definisi
Berdasarkan UU No. 30/2000:
Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang
teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam
kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang (Pasal 1
Butir 1). Hak Rahasia Dagang adalah hak atas Rahasia Dagang yang timbul
berdasarkan undang-undang ini.
Informasi rahasia bagi suatu
perusahaan adalah semua informasi yang berkaitan dengan perusahaan tersebut
yang sangat berharga dan tidak boleh diketahui oleh perusahaan lainnya terutama
perusahaan saingannya (kompetitornya). Kerahasiaan suatu informasi dapat dan
harus dijamin kerahasiaannya, selama informasi tersebut belum dibuka untuk
publik atau dengan kata lain belum dipublikasikan dan masih dipertahankan
kerahasiaannya oleh pemiliknya. Perusahaan dalam hal ini bergerak dalam usaha
dagang yang bersifat komersial, sehingga informasi yang bersifat rahasia dari
perusahaan disebut sebagai rahasia dagang[1].
Informasi yang dapat dilindungi
sebagai rahasia dagang antara lain merupakan informasi yang termasuk dalam
kriteria sebagai berikut:
Informasi tersebut bersifat
rahasia, mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiaannya melalui upaya
sebagaimana semestinya;
· Informasi tersebut hanya
diketahui oleh pihak tertentu atau tidak diketahui secara umum oleh masyarakat;
· Informasi yang dianggap
memiliki nilai ekonomi yaitu jika informasi tersebut dapat digunakan untuk
menjalankan kegiatan atau usaha yang bersifat komersial atau dapat meningkatkan
keuntungan secara ekonomi;
· Informasi tersebut berada
dalam lapangan teknologi dan/atau bisnis.
Apa yang dimaksud dengan
“upaya sebagaimana mestinya” adalah semua upaya berdasarkan ukuran kewajaran,
kelayakan, dan kepatutan yang harus dilakukan dalam melindungi kerahasiaan
informasi tersebut. Misalnya saja dalam ketentuan internal suatu perusahaan
dapat ditetapkan bagaimana rahasia dagang dijaga dan siapa yang bertanggung
jawab atas kerahasiaan itu.
Selain kriteria di atas,
hal-hal di bawah ini bisa digolongkan sebagai rahasia dagang, antara lain:
a. Formula suatu produk yang komplek, sulit dianalisa, teknik
pembuatan yang rumit dan menjadi keunggulan dari produsennya. Seperti pada
pabrik farmasi, pabrik semikonduktor, minuman ringan dll.
b. Informasi mengenai strategi perusahaan, production line, marketing
plan dan informasi penting lainnya yang bisa mempengaruhi harga saham suatu
public company bila diketahui umum.
c. Kumpulan informasi seperti data hasil pengujian untuk analisis, data
pelanggan, dll.
d. Informasi lengkap rancangan suatu konstruksi bangunan atau mesin,
metode konstruksi, dll
e. Pengalaman dan kemampuan khusus seorang ahli yang di dapat dalam
perusahaan bisa juga dianggap sebagai informasi yang berharga atau rahasia bila
hal tersebut dinyatakan oleh perusahaan yang bersangkutan.
f. Program komputer yang dikembangkan secara khusus untuk aplikasi
suatu perusahaan.
2. Peraturan
Perundangan yang Mengatur
Dalam prakteknya, perjanjian
mengenai rahasia dagang ini diatur dalam perjanjian kerja antara buruh dengan
pengusaha.
Perjanjian kerja merupakan
salah satu dari perjanjian untuk melakukan pekerjaan sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 1601 KUHPerdata. Sebagai perjanjian yang mempunyai ciri-ciri khusus
(yakni mengenai perburuhan), pada prinsipnya perjanjian kerja juga merupakan
perjanjian sehingga sepanjang mengenai ketentuan yang sifatnya umum, terhadap
perjanjian kerja berlaku ketentuan umum.
Perjanjian kerja merupakan
perjanjian yang memaksa (dwang contract) karena para pihak tidak dapat
menentukan sendiri keinginannya dalam perjanjian sebagaimana layaknya dalam
hukum perikatan dikenal dengan istilah “kebebasan berkontrak” yang tercantum
dalam pasal 1338 KUHPerdata[2].
Dengan adanya perjanjian kerja, para pihak yang mengadakan perjanjian mempunyai
hubungan hukum yang disebut hubungan kerja, dan sejak itulah terhadap mereka
yang mengadakan perjanjian kerja berlaku hukum perburuhan.
Akan tetapi hal ini bukan
berarti tidak dapat dibuat suatu kesepakatan lain antara pengusaha dengan
buruhnya yang kemudian dapat dituangkan dalam perjanjian kerja tersebut. Asas
kebebasan berkontrak tetap dapat berlaku sejauh mana tidak bertentangan dengan
kaidah heteronom dalam hukum perburuhan, dengan kata lain tidak bertentangan
dengan peraturan perundangan dalam bidang perburuhan yang ditetapkan oleh
pemerintah.
Unsur-unsur yang harus ada
dalam suatu perjanjian kerja yang ditentukan dalam peraturan perundangan
(kaidah heteronom) antara lain:
a. Adanya pekerjaan, yaitu prestasi yang harus dilakukan sendiri oleh
pihak penerima kerja, dan tidak boleh dialihkan kepada pihak lain (bersifat
individual);
b. Adanya unsur di bawah perintah, dimana dengan adanya hubungan
kerja yang terbentuk, tercipta pula hubungan subordinasi antara pihak pemberi
kerja dengan pihak penerima kerja;
c. Adanya upah tertentu, yaitu merupakan imbalan dari pekerjaan yang
dilakukan oleh pihak penerima kerja yang dapat berbentuk uang atau bukan uang
(in natura)
d. Adanya waktu, yaitu adanya suatu waktu untuk melakukan pekerjaan
dimaksud atau lamanya pekerja melakukan pekerjaan yang diberikan oleh pemberi
kerja
Selain dari keharusan adanya
unsur-unsur di atas, dimungkinkan untuk dilakukannya perjanjian lain
berdasarkan kesepakatan dari kedua belah pihak mengenai hal-hal lain yang
dipandang perlu selama tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
Dalam berbagai peraturan
perundangan di bidang perburuhan tidak ada ketentuan yang melarang adanya
perjanjian untuk menjaga kerahasiaan suatu informasi yang dimiliki oleh suatu
perusahaan. Akhirnya dapat ditarik kesimpulan, bahwa dengan adanya kesepakatan
antara pengusaha dan buruhnya yang menimbulkan kewajiban bagi buruhnya untuk
menjaga kerahasiaan informasi perusahaan tempat ia bekerja (rahasia dagang
perusahaannya) tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku dan
dapat dilakukan oleh pengusaha dalam rangka melindungi informasinya yang
berharga.
3. Hubungan Rahasia
Dagang dengan Perjanjian Kerja
Seorang buruh, memiliki
kewajiban terhadap perusahaannya untuk menjaga rahasia dagang perusahaannya.
Cara perusahaan dalam mengelola dan mengontrol informasi rahasia perusahaan
sangat mempengaruhi bagaimana buruhnya akan menjaga kerahasiaan informasi
tersebut. Salah satu langkah awal atau langkah pertama yang dilakukan oleh
pengusaha dalam melindungi rahasia dagang perusahaannya adalah dengan cara
melakukan pengaturan dalam perjanjian kerja dengan buruhnya.
Suatu perjanjian kerahasiaan
informasi biasanya memuat hal-hal berikut:
1. Apa saja yang menjadi informasi rahasia dan alasan kerahasiaan
2. Kepada siapa informasi tersebut diberikan dan alasan diberikan
3. Apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan
terhadap informasi tersebut.
4. Kapan informasi dianggap disalahgunakan atau dilanggar
5. Kapan informasi tersebut dianggap tidak lagi menjadi rahasia
(dilepaskan)
Biasanya pengetahuan,
keterampilan, keahlian, atau kemampuan mental yang didapat seorang buruh di
perusahaan lama tempat dia bekerja sebelumnya tidak termasuk ke dalam informasi
rahasia dan boleh digunakan atau diterapkan di tempat kerja yang baru. Tetapi
ada hal yang perlu diperhatikan, yaitu buruh dapat menggunakan informasi
rahasia dari perusahaan tempatnya bekerja dengan catatan tidak melanggar
perjanjian kerahasiaan yang telah dilakukannya dengan perusahaan pemilik
informasi rahasia tersebut[3].
4. Kedudukan Rahasia
Dagang dan Perjanjian Kerja
Rahasia dagang pada dasarnya
masuk dalam lingkup hukum perdata yang mengatur hubungan antar individu
mengenai rahasia dagang, dengan pihak ketiga yang berhubungan dengan informasi.
Begitu pula halnya dengan perjanjian kerja sebenarnya termasuk dalam hukum
perdata karena adanya unsur perjanjian yang diatur dalam lingkup keperdataan.
Namun tak dapat dipungkiri
bahwa baik rahasia dagang maupun perjanjian kerja sebenarnya juga memiliki
aspek publik karena adanya prinsip untuk melindungi kepentingan dunia usaha dan
dunia perburuhan pada umumnya. Sehingga dalam hal pemberian sanksi oleh negara
terhadap pelanggaran rahasia dagang dihadapkan pada ancaman pidana disamping
adanya sanksi perdata berupa ganti kerugian
5. Pelanggaran
Terhadap Rahasia Dagang
Ketentuan tentang pelanggaran
rahasia dagang diatur dalam Bab VII Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 15 UU Rahasia
Dagang. Pasal 13 menyatakan :
"Pelanggaran rahasia
dagang dapat juga terjadi apabila seseorang dengan sengaja mengungkapkan
rahasia dagang, mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban tertulis
atau tidak tertulis untuk menjaga rahasia dagang yang bersangkutan."
Berdasarkan ketentuan
tersebut , maka pelanggaran rahasia dagang dianggap telah terjadi jika terdapat
seseorang dengan sengaja mengungkapkan informasi atau mengingkari kesepakatan
atau mengingkari kewajiban (wanprestasi) atas perikatan yang telah dibuatnya
baik tersurat maupun tersirat untuk menjaga rahasia dagang dimaksud.
Seseorang pun dianggap telah
melanggar rahasia dagang orang lain jika ia memperoleh atau menguasai rahasia
dagang tersebut dengan cara yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Kekecualian terhadap
ketentuan pelanggaran rahasia dagang ini diberikan terhadap pengungkapan atau
penggunaan rahasia dagang yang didasarkan untuk kepentingan pertahanan
keamanan, kesehatan, dan keselamatan masyarakat di samping berlaku pula untuk tindakan
rekayasa ulang atas produk yang dihasilkan dari penggunaan rahasia dagang milik
orang lain yang dilakukan semata-mata untuk kepentingan pengembangan lebih
lanjut produk yang bersangkutan.
Ketentuan tentang
pengecualian terhadap pelanggaran rahasia dagang tersebut seharusnya juga
dilengkapi dengan ketentuan yang secara tegas mengatur tentang pengungkapan
rahasia dagang oleh seseorang di depan sidang pengadilan atas perintah hakim.
Atas perintah hakim, seseorang yang mengungkapkan rahasia dagang di depan
sidang pengadilan seharusnya juga ditetapkan sebagai suatu kekecualian sehingga
yang bersangkutan tidak dianggap telah melakukan pelanggaran rahasia dagang.
Ketentuan Pasal 18 tentang dimungkinkannya sidang pengadilan berkaitan dengan
rahasia dagang bersifat tertutup (atas permintaan para pihak yang bersengketa)
juga tidak secara tegas maupun tersirat bermaksud mengatur pengecualian di
atas.
Dalam masalah perburuhan,
Jika seorang buruh melakukan pelanggaran rahasia dagang, maka upaya hukum yang
dapat ditempuh oleh pemilik rahasia dagang (pengusaha) antara lain melalui
lembaga peradilan umum baik itu secara perdata maupun pidana, melalui
arbitrase, atau menggunakan alternatif penyelesaian sengketa. Bila melalui
lembaga peradilan umum, pengusaha dapat mengajukan tuntutan secara perdata
terlebih dahulu, apabila tidak berhasil baru kemudian mengajukan tuntutan
secara pidana. Selain itu, para pihak dapat mengajukan kepada pengadilan agar
persidangan dilakukan secara tertutup.
Secara perdata, buruh dapat dikenakan
tuntutan telah melakukan wanprestasi (jika masih bekerja di tempat pemilik
rahasia dagang) atau perbuatan melawan hukum. Dasar hukum untuk melakukan
penuntutan wanprestasi adalah klausula perjanjian mengenai kewajiban melindungi
rahasia dagang yang terdapat dalam perjanjian kerja. Klausula perjanjian
tersebut dapat menjadi dasar hukum dalam melakukan penuntutan berdasarkan pasal
1338 KUHPerdata yang menyatakan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Sedangkan untuk perbuatan melawan
hukum, dasar hukumnya adalah pasal 1365 KUHPerdata. Tuntutan atas dasar
wanprestasi lebih mudah dalam hal pembuktian dibandingkan dengan perbuatan
melawan hukum karena berdasarkan pada perjanjian kerja yang memuat mengenai
rahasia dagang.
Secara pidana, tuntutan dapat
dilakukan berdasarkan UU Rahasia Dagang dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP). Tuntutan yang dapat dilakukan berdasarkan UU Rahasia Dagang, dasar
hukumnya adalah pasal 13 dan pasal 17(1), yaitu diancam pidana penjara paling
lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta
rupiah). Terhadap pelanggaran rahasia dagang berdasarkan UU No. 30 Tahun 2000
tentang Rahasia Dagang, hanya dapat dilakukan tuntutan apabila ada aduan dari
pihak yang merasa dirugikan (pasal 17(2)). Jadi pelanggaran rahasia dagang
merupakan delik aduan.
Pelanggaran terhadap rahasia
dagang dalam KUHP masuk ke dalam lingkup kejahatan. Dasar hukum yang digunakan
adalah pasal 322 ayat 1 KUHP dimana dinyatakan bahwa bagi orang yang dengan
sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pekerjaannya
baik itu yang sekarang ataupun yang dulu dapat diancam pidana penjara paling
lama 9 bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah. Jika pelanggaran
rahasia dagang tersebut dilakukan setelah buruh itu tidak lagi bekerja di
perusahaan tersebut dan ia berada pada waktu dimana ia masih harus menjaga
rahasia dagang tersebut maka ketentuan dalam KUHP yang digunakan tidak lagi
pasal 322 ayat 1, tetapi menggunakan pasal 323 ayat 1. Pasal 323 ayat 1
menyatakan bagi orang yang dengan sengaja memberitahukan hal-hal khusus tentang
suatu perusahaan dagang, kerajinan atau pertanian, dimana ia bekerja atau
dahulu bekerja, yang seharusnya dirahasiakan, diancam pidana penjara paling
lama 9 bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah[4].
Dalam pasal 323 ayat 2 disyaratkan pula adanya pengaduan dari pengusaha untuk
dapat mengajukan tuntutan (delik aduan).
Melihat pada peraturan
perundangan di bidang perburuhan, maka pelanggaran rahasia dagang yang
dilakukan oleh buruh dapat mengacu pula pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI
(KepmenTK) No. 150/Men/2000 tanggal 20 Juni 2000. Dalam Kepmen. TK tersebut
pada pasal 18 ayat 1 (j), dinyatakan bahwa buruh yang melakukan tindakan
membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan atau mencemarkan nama baik
pengusaha dan atau keluarga pengusaha yang seharusnya dirahasiakan kecuali
untuk kepentingan negara, dapat diberikan ijin kepada pengusaha untuk melakukan
pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap buruh tersebut. Ijin PHK ini diberikan
oleh P4 (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan) Daerah untuk PHK
perorangan atau P4 Pusat untuk PHK massal.
Ketentuan dalam KepmenTK
tersebut terdapat pula dalam undang-undang tenaga kerja yang baru, yaitu
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam pasal 158 ayat
1(i) dinyatakan bahwa pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap
pekerja atau buruh dengan alasan telah dilakukannya kesalahan berat membongkar atau
membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk
kepentingan negara. Kesalahan berat tersebut harus dibuktikan oleh pengusaha
dengan kejadian pekerja atau buruh tertangkap tangan, ada pengakuan dari
pekerja atau buruh yang bersangkutan, atau bukti lain berupa laporan kejadian
yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan
didukung oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Permasalahan mengenai rahasia
dagang memang sekilas kita rasakan sebagai hal yang sangat urgent dalam bidang
kelancaran dan kelangsungan suatu usaha dan perjanjian. Pemeliharaan
kerahasiaan informasi wajib dilakukan oleh pemilik informasi rahasia dengan
melakukan langkah-langkah yang layak dan patut. Artinya semua langkah yang
memuat ukuran kewajaran, kelayakan, dan kepatutan yang harus dilakukan.
Pemeliharaan rahasia biasanya berkaitan dengan hubungan antara pekerja dengan
pemberi kerja yang merupakan pemilik rahasia dagang. Dalam lingkungan kerja
perlu diatur prosedur perusahaan yang bisa menjamin kerahasiaan informasi.
Perlu diatur secara jelas dan tegas pula dalam peraturan perusahaan mengenai
pihak yang bertanggung jawab atas informasi rahasia.
Rahasia Dagang dilindungi
oleh Undang-undang seiring dengan lahirnya informasi yang terkait dan mulai
berfungsi dalam kegiatan perekonomian. Tindak pidana dalam pelanggaran Rahasia
Dagang merupakan delik aduan (jenis delik yang untuk melakukan proses hukum
terhadap delik tersebut memerlukan adanya aduan dari pihak yang merasa
dirugikan). Dengan demikian perlu ada inisiatif dari pemilik hak untuk
melaporkan suatu pelanggaran kepada aparat penegak hukum dan tidak menunggu inisiatif
dari pihak kepolisian.
- Saran
Setelah
menyusun makalah ini saya
kira masih akan perlu untuk dimunculkan seiring dengan makin ketatnya kompetisi
dunia usaha dan kerja yang tak dapat terhindar dari makin ketatnya persaingan
di antara para pihak. Dan akhirnya, demikian makalah ini kami susun, semoga
bermanfaat.
[1]
Muhammad, Abdul kadir, Hukum
perikatan, Bandung : Alumni, 1982
[2]
Prawirohamidjojo, R.
Soeotojo, Hukum perikatan, Surabaya: Bina Ilmu, 1997
[3]
R. Subekti, Aneka
Perjanjian, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, Cet. X, 1995
[4]
R. Subekti, dan R.
Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya
Paramita, Edisi Revisi, 1995
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Yang Sopan yah!